Sejarah sistem informasi geografis
Sistem informasi geografis (SIG) pertama pada tahun 1960 yang bertujuan untukmenyelesaikan permasalahan geografis. 40 tahun kemudian perkembangan GIS berkembangtidak hanya bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan geografi saja tetapi sudah merambahke berbagai bidang seperti:• analisis penyakit epidemik (demam berdarah)• analisis kejahatan (kerusuhan)• navigasi dan vehicle routing (lintasan terpendek)• analisis bisnis (sistem stock dan distribusi)• urban (tata kota) dan regional planning (tata ruang wilayah)• peneliti: spatial data exploration• utility (listrik, PAM, telpon) inventory and management• pertahanan (military simulation), dll
Bertambahnya
jumlah penduduk dan pembangunan sangat mempengaruhi perubahan tatanan
lingkungan seperti menurunnya kualitas lingkungan, degradasi
lingkungan/kerusakan lingkungan serta berkurangnya sumberdaya alam
maupun perubahan tata guna lahan. Seperti yang terjadi pada beberapa
sungai di Indonesia serta peningkatan berbagai aktivitas di wilayah
sungai yang tidak memperhatikan penataan wilayah mengakibatkan dampak
negatif berupa menurunnya kualitas air sungai. Dalam menganalisis dampak
pencemaran yang terjadi dilakukan dengan menggunakan metoda Inderaja
(Penginderaan Jauh) dan model monitoring kualitas air melalui SIG
(Sistem Informasi Geografis).
Penginderaan jauh dan SIG telah digunakan dalam studi ekosistem pesisir
penting yaitu mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Contoh
penerapan yang telah dilakukan oleh India yaitu data warna air laut
disediakan setiap 2 hari oleh lembaga IRS P4 Ocean Colour Monitor (OCM).
Data kandungan klorofil dan suhu permukaan air laut yang didapat dari
OCM dan NOAA AVHRR diintegrasikan dan dipergunakan untuk prakiraan
perikanan untuk memperoleh data keberadaan ikan secara lebih akurat.
Data warna laut memberikan informasi ketersediaan makanan dalam kolom
air. Suhu permukaan air laut (SPL) menggambarkan keadaan lingkungan
laut. Telah diamati pada banyak titik bahwa boundaries/fonts/gradients dari
klorofil dan SPL merupakan lokasi yang ideal bagi berkumpulnya ikan
yang merupakan indikasi terjadinya penggabungan antara proses biologis
dan fisik. Prakiraan ini valid selama tiga hari dan diperbaharui setiap
dua hari sekali.
Suatu tantangan yang penting dalam pengelolaan ekosistem secara
berkelanjutan adalah penggunaan SIG dalam mengintegrasikan data yang
berasal dari ekologi, geografi, sosiologi, dan disiplin yang lain.
Contohnya penelitian dalam bidang biokompleksitas, entobiologi,
demografi, sosiologi, dan ekonomi yang secara tidak langsung berasosiasi
dngan penggunaan inderaja dan SIG, meskipun demikian sering dapat
diintegrasian ke dalam data dasar spasial.
Sebenarnya teknologi SIG dan inderaja menghadirkan alat penting yang
dapat digunakan untuk menilai secara tepat pengukuran kualitas air,
pembuatan data dasar, memaduka informasi, memvisualisasi skenario dan
dapat pula memecahkan masalah polusi lingkungan yang rumit. Kendala yang
paling umum dijumpai adalah citra yang diperoleh seringkali tidak bagus
karena banyaknya awan terutama didaerah tropis. Pemanfaatan di
Indonesia juga terhambat karena belum adanya kerjasama yang baik
diantara sesama stakeholders terkait.
Kesimpulan
Metode SIG dapat berguna dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah
pesisir sehingga dapat dilakukan dengan baik dan terarah serta dapat
menghindari eksploitasi yang tidak terkendali.Penelitian yang lebih mendalam tentang metode SIG yang ditawarkan masih sangat luas dan belum sempurna mengingat setiap kasus yang dihadapi dapat menimbulkan permasalahan baru yang dapat menimbulkan pemikiran dan teknik-teknik tertentu.
Penggabungan disiplin ilmu pengetahuan sangat memungkinkan dan sangat diperlukan dalam pengembangan SIG, mengingat kehandalan dari SIG sangat ditentukan oleh data dan informasi yang diperoleh dari pakar yang benar-benar mengetahui bidang ilmu tersebut. SIG juga memungkinkan untuk mengintegrasikan semua disiplin ilmu dalam suatu sistem yang terkoordinasi.